div.fullpost {display:none;} div.fullpost {display:inline;}

Rabu, 15 Desember 2010

asal mula kehidupan

Pertanyaan “dari manakah asal kehidupan”, telah dicoba dijawab dengan berbagai teori dan percobaan. Diantaranya adalah percobaan Spallanzani yang meragukan kebenaran teori Abiogenesis /Generatio Spotanea dari Aristoteles (Tim pengajar, 2010).
Teori abigenesis (generatio spontae) dikemukakan oleh Aristoteles (384-322 SM) mengatakan bahwa makhluk hidup berasal dari benda mati. Sedangkan teori biogenesis menyatakan bahwa makhluk hidup berasal dari makhluk hidup juga (Sayekty, 2007).
Contoh orang yang percaya abiogenesis adalah Nedham, ilmuan Inggris pada tahun 1700. Nedham , melakukan penilitian dengan merebus kaldu dalam wadah selama beberapa menit lalu menutup dengan tutup botol dari gabus. Setelah beberapa hari ternyata tumbuh kaldu tersebut. Oleh karena itu Nedham menyatakan bahwa bakteri berasal dari kaldu . namun, teori Nedham ini dipatahkan oleh L.Spallanzani (Anonim, 2008).
Untuk mempertahankan pendapatnya bahwa makhluk hidup tidak berasal dari bendamati, tetapi makhluk hidup berasal dari makhluk hidup juga, Fransisco Redy (1688) melakukan percobaan dengan menggunakan potong daging yang dimasukkan dalam 3 buah labu. Labu pertama diisi sepotong daging, kemudian labu ditutup rapat. Labu kedua diisi sepotong daging, kemudian labu ditutup dengan kai kassa. Labu ketiga diisi daging, dan labu dibiarkan terbuka. Dari hasil percobaan redy tersebut Redy menyatakan bahwa jika lalat dicegah jangan sanpai meletakkan telurnya pada daging, maka makhluk hidup (belatung) tidak akan muncul dari dagimg tersebut . jadi menurut Redy nakhluk hidup berasal dari telur (Ristiati, 2000).
Lazzaro spalanzani (1729-1799), biologiwan Italia juga membantah pernyataan spontanea (makhluk hidup terbentuk secara spontan). Pada tahun 1765 Spallanzani melakukan percobaan menggunakan air rebusan daging dan dua macam perlakuan pada labu. Labu I diisi air rebusan daging (kaldu), kemudian dipanaskan pada suhu 150 C selama beberapa menit, dan dibiarkan terbuka. Sedangkan labu II diisi air kaldu juga, ditutup rapat dengan sumbat gabus. Kemudian labu dipanaskan hingga mendidih. Selanjutnya dua macam labu tersebut didinginkan. Setelah kurang lebih satu minggu, hasil percobaanya menunujukkan bahwa pada labu I air kaldu menjadi keruhdan berbau busuk dan banyak mengandung mikroorganisme. Pada labu II air labu tetap jernih dan tidak berbau busuk. Akan tetapi jika labu II kemudian dibuka dan dibiarkan lebih lama lagi, air kaldu menjadi keruh dan berbau busuk seperti pada hasil labu I (Siddiq, 2010).
Schullize (1836) memperbaiki eksperimen Spallanzani dengan mengalirkan udara lewat suatu asam atau basa yang keras ke dalam tabung yang berisi kaldu yang telah direbus terlebih dahulu. Namun para pendukung generatio spontae menyatakan bahwa udara yang lewat asam atau basa telah mengalami perubahan sehingga tidak memungkinkan timbulnya mikroba. Scoeder dan Theodor von Dusch ( 1854 ) melakukan percobaan yang serupa dengan Spallanzani dan Schwann tetapi mereka menyaring udara yang masuk dengan kapas steril, hasilnya menunjukkan bahwa tidak ada pertumbuhan dalam air rebusan daging yang telah dipananskan (Winatasasmita, 1999).
Rangkaian percobaan yang ealh dilakukan belum juga dapat meruntuhkan keyakinan orang akan konsep generatio spontae. Baru setelah Lous Pasteur pada tahun 1865 melakukan percobaan dengan menggunakan labu berisi air kaldu yang ditutup oleh pipa yang melengkung seperti leher angasa dapat meyakinkan orang bahwa tidak ada kehidupan yang dapat timbul dari benda mati (Winatasasmita, 1999).